Macroscopers, sudah pernah mendengar atau membaca istilah slow fashion dan fast fashion? Wah, apa itu ya? Pastinya beda dong konsepnya sama kecepatan internet. Yuk, kita cari tahu!
Sustainability dalam Fesyen
Slow Fashion dan Fast Fashion erat kaitannya dengan sustainability. Saat ini, kita dihadapkan dengan perilaku konsumen yang cenderung untuk terus membeli pakaian baru sedangkan pakaian lama yang masih layak pakai menumpuk begitu saja di lemari atau bahkan dibuang. Hal ini ternyata didorong oleh peran industri pakaian yang lebih produktif menciptakan produk yang lebih baru.
Tingkat konsumsi terhadap pakaian yang semakin meningkat ini tentunya jauh dari konsep sustainability yang dicita-citakan. Bagaimana tidak? Kerry Flynn dari Forbes pada tahun 2014 menyebut setidaknya 2.000.000 ton tekstil yang terbuang di New York setiap tahunnya yang mana dari sebanyak 45% dari angka tersebut merupakan tekstil yang masih dapat digunakan serta 10% di antaranya juga masih dapat dipakai kembali.
Menurut Fletcher, lingkungan masyarakat yang tercipta sekarang adalah lingkungan di mana barang-barang khususnya pakaian yang dikonsumsi tidak diharapkan untuk dapat bertahan lama. Budaya semacam ini utamanya ditemukan dalam bisnis fast fashion yang mana produk pakaian yang dihasilkan murah dengan produksi dan penjualan cepat namun kualitasnya rendah sehingga banyak yang ujung-ujungnya dibuang.
Fast Fashion
Konsep dalam fast fashion oleh Kate Fletcher diserupakan dengan fast food yang mana berangkat dari kombinasi antara proses manufaktur hingga penjualan yang cepat menggunakan dukungan perangkat elektronik sehingga produk jadi dapat dihasilkan dalam waktu sesingkat mungkin agar produktivitas dan keuntungan dapat meningkat. Bahkan, sampai mengorbankan kesejahteraan para pekerja karena kerap diupah rendah namun waktu kerja tinggi. Tidak hanya dalam proses produksi sampai penjualannya saja yang diharapkan dapat cepat tetapi juga ketahanan hasil pakaiannya yang diharapkan hanya dapat melewati 10 kali pencucian sebelum kemudian dapat dibuang. Oleh karenanya seringkali konsumen produk fast fashion disebut sebagai “si hedonis pencari kesenangan” karena senang berpacu dengan tren yang selalu berganti serta lebih menekankan kuantitas ketimbang kualitas dengan memilih harga yang murah.
Slow Fashion
Slow fashion muncul sebagai alternatif yang belakangan juga menjadi tren baru sehingga belum ada definisi tetap untuk istilah tersebut karena masih terus berkembang. Namun, secara singkatnya slow fashion berangkat pada kesadaran dan tanggung jawab antara produsen dan konsumen berikut penekanan pada kualitas produk yang dihasilkan, daya tahan, dan hubungan dengan lingkungan. Produk-produk slow fashion detil terhadap hal-hal tersebut mulai dari pemilihan bahan yang non-sintetis bahkan mengutamakan daur ulang, hingga layanan purna jual berupa garansi seumur hidup seperti yang diterapkan oleh Macroscope agar pakaian dapat berumur panjang. Oleh karenanya, salah satu tujuan dari slow fashion ini adalah produk yang dihasilkan adalah pakaian yang sustainable (berkelanjutan).
Dari sisi konsumennya sendiri, konsumen slow fashion menurut Poongkulangara dan Shephard lebih menekankan pada kualitas yaitu bagaimana gaya pakaian yang mereka beli dapat cocok untuk dikenakan kapan saja tanpa khawatir ketinggalan zaman. Selain itu, konsumen slow fashion dalam memutuskan untuk membeli pakaian baru akan mempertimbangkan apakah pakaian tersebut cocok dengan pakaian lain yang sudah mereka miliki di lemari pakaian mereka.
Ringkasan
Biar kamu lebih mudah dalam memahami perbedaan fast fashion dan slow fashion, nih Scoopy berikan tabel perbandingannya biar makin paham!
FAST FASHION | SLOW FASHION | |
Proses Produksi | Sangat cepat. Biasanya 1 hari mampu mendapatkan banyak pcs dan sistem kerjanya borongan dan proses QC cenderung asal-asalan | Cenderung lebih lambat karena proses perencanaan hingga QC yang lebih kompleks |
Bahan yang Digunakan | Bahan sintetis yang cenderung murah seperti polyester yang mengandung plastik, sehingga potensi limbah dan pencemaran terhadap lingkungan sangat tinggi | Bahan alami seperti katun yang cenderung lebih mahal atau bahan daur ulang |
Kualitas Produk | Bertahan 10x pencucian saja | Bertahan 3-5 tahun. Bahkan lebih karena bahan yang berkualitas |
Harga | Murah, karena proses cepat dan bahan murah | Cenderung lebih mahal. Namun worth-it dengan umur produknya |
Gimana-gimana sudah tahu kan sekarang bedanya? Sejak 2021, Macroscope telah berkomitmen untuk menerapkan prinsip sustainability dalam aktivitas bisnisnya, utamanya dalam mengeluarkan produk-produk pakaian. Macroscope memprioritaskan penggunaan bahan non-sintetis dan daur ulang untuk bahan produk pakaiannya. Tidak hanya itu, layanan garansi seumur hidup juga dapat Macroscopers manfaatkan nih agar produk pakaianmu mampu berumur panjang. Oh iya, Macroscope juga telah berkomitmen secara nyata loh untuk menanam 1 buah pohon di setiap 1 produk yang terjual! Keren kan? Kamu dapat menjadi pahlawan lingkungan dengan menggunakan produk slow fashion dari Macroscope! Jika ingin informasi lebih lengkapnya, kamu bisa mengunjungi halaman komitmen berkelanjutan kami ya, Macroscopers!
Yuk, share artikel ini ke teman-teman lain biar sama-sama tahu! Kalau masih pengen tahu lebih banyak soal fesyen kamu bisa lho baca-baca artikel menarik dan informatif lainnya seputar dunia fesyen di kolom #MacroscopeInfo. Cukup daftarkan surel dan namamu saja di sini, maka kamu akan mendapatkan notifikasi konten menarik mengenai fesyen setiap minggunya! Gaaas~ Meluncuuur~
Sampai jumpa di #MacroscopeInfo edisi selanjutnya!